Category Archives: Kesehatan

Hepatitis B Bisa Bunuh Anda Diam-diam

PENYAKIT hepatitis B adalah jenis penyakit yang tidak menunjukkan gejala berarti. Tak heran bila para penderitanya sama sekali tidak menyadari kalau dirinya telah menderita hepatitis B bahkan bila sudah dalam kondisi kronis sekalipun.

“Yang paling sering ditemukan memang tanpa gejala. Banyak sekali pasien yang kita obati tidak tahu kalau dirinya sudah sakit. Beruntung kalau ada pasien yang rajin atau sadar melakukan check-up setiap tahun. Dengan penanganan sejak dini, kemungkinannya untuk menjadi kronis tentu bisa dikurangi,” ungkap Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) dr. Unggul Budihusodo, Sp.PD-KGEH di Jakarta, Selasa (17/6).

Ditegaskan dr Unggul, memang sulit untuk menentukan apakah seseorang menderita hepatitis B hanya dari gejalanya. Tentu yang paling valid adalah berdasarkan hasil pemeriksaan darah di laboratorium.

Namun begitu, ada gejala-gejala yang mungkin hadir pada pendeita meskipun tidak selalu muncul. “Gejala-gejala yang mungkin ada seperti kelelahan, penurunan nafsu makan, demam, diare, perubahan warna urin dan feses, mata dan warna kulit yang tampak menguning,” papar dr Unggul yang sehari-hari berkantordi Divisi Hepatologi Departemen Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Jakarta .

Ia menambahkan, seseorang akan dinyatakan positif mengalami hepatitis B oleh dokter bila telah menjalani serangkaian pemeriksaan secara klinis di laboratorium. Dokter biasanya akan mempertimbangkan sejumlah indikator seperti HBsAg positif (antigen yang menandakan adanya infeksi) atau kenaikan enzim hati (SGOT dan SGPT).

“Dari hasil pemeriksaan nanti, dokter kemudian akan menentukan apakah infeksi ini perlu diobati atau tidak. Sebagai contoh, tidak semua yang memiliki HBsAg positif akan diobati karena harus dilihat dulu dari kelompok mana dan harus dilihat faktor lain yang menyebabkannya,” jelas dr Unggul.

Sementara itu, seseorang akan dinyatakan mengidap hepatisis B kronik bila ia sudah menderita atau mengidap infeksi selama lebih dari enam bulan. Diagnosa juga didasarkan pada adanya HBV DNA (indikasi replikasi virus aktif) dalam serum, kenaikan enzim hati, bukti histologis serta hasil USG yang menunjukkan proses peradangan hati.

Saat ini, pengobatan hepatiitis B tersedia dalam bentuk oral dan injeksi. Untuk pengobatan oral, pasien sepanjang hidupnya harus meminum obat yang mengganggu kemampuan virus untuk bereplikasi dan menginfeksi sel-sel hati lebih banyak lagi. Di Indonesia, tersedia 4 jenis obat oral yang mendapat lisensi FDA, yakni Entecavir, Lamivudine, Adefovir dan Telbivudine. Sedangkan melalui injeksi, pasien akan diberi interferon atau senyawa sistesis yang menyerupai zat yang dihasilkan tubuh untuk mengatasi infeksi.

(www.kompas.com)

Wow, Ini Dia Sel Telur Manusia!

UNTUK pertama kalinya dalam sejarah para ahli di Belgia belum lama ini berhasil merekam dengan sangat jelas proses awal pada reproduksi manusia, yakni keluarnya sel telur dari ovarium seorang wanita.

Adalah ginekolog Dr Jacques Donnez dari Universitas Katolik Louvain (UCL) di Brussels yang berhasil merekam proses pelepasan oosit dari ovarium ketika ia sedang melakukan operasi histerektomi atau pengangkatan kandungan (rahim, uterus) seorang wanita. Gambar-gambar yang menakjubkan ini juga dipublikasikan dalam majalah New Scientist.

Secara alami, wanita normal mengeluarkan satu hingga beberapa sel telur setiap bulan ketika memasuki masa-masa subur. Namun begitu, sejauh ini belum ada ahli yang mampu merekam secara jelas dan detail momen-momen keluarnya sel telur manusi dari organ wanita.

Sel telur dihasilkan oleh folikel-folikel, kantung-kantung berisi cairan, di bagian dalam ovarium yang pada masa ovulasi akan mengeluarkan benjolan (protrusi) kecil berwarna kemerahan yang terlihat dalam gambar.

Telur-telur akan muncul pada ujung benjolan tersebut dengan bentuk sel-sel yang mirip jeli. Setelah keluar dan lepas dari benjolan tersebut, sel-sel kemudian akan berkelana menuju tuba falopi di mana nantinya akan dibuahi oleh sel sperma dari seorang pria.

Sel telur dalam gambar tersebut adalah milik seorang perempuan berusia 45 tahun asal Belgia. Donnez mengatakan, beberapa teori mengindikasikan bahwa pelepasan sel telur dalam ovarium bersifat “eksplosif”, namun apa yang direkamnya ini berlangsung sekitar 15 menit.
(http://www.kompas.com/read/xml/2008/06/12/11422139/wow.ini.dia.sel.telur.manusia)

Lasik, Operasi Tanpa Pisau

Siapa pun tentu mengidamkan memiliki mata sehat dan indah. Kenyataannya, banyak orang terkena gangguan refraksi mata sehingga harus memakai kacamata atau lensa kontak. Bagi penderita gangguan refraksi mata yang tinggi, pemakaian alat bantu itu menimbulkan rasa tidak nyaman dan menghambat aktivitas sehari-hari.

Dengan teknologi canggih, kini penderita gangguan refraksi mata bisa terbebas dari kacamata atau lensa kontak dengan menjalani prosedur lasik (laser-assisted in-situ keratomileusis). Terapi ini mengubah bentuk lapisan kornea sehingga bisa mengoreksi kelainan refraksi mata rabun jauh (miopi), rabun dekat (hypermetropia), atau mata silinder (astigmatisme). Terapi itu mampu mengoreksi kelainan refraksi mata dari +4 sampai -14 diopri. Mata silindris bisa dikoreksi dari -0,5 sampai -5.

Namun, tak semua gangguan refraksi mata bisa dikoreksi dengan lasik. Penderita kecekungan mata terlalu tinggi, glaukoma, mata kering, dan kelainan retina dianjurkan tidak menjalani operasi lasik. Syarat lain, pasien berusia 18 tahun ke atas, tidak sedang hamil, penglihatan stabil minimal enam bulan, tidak menderita diabetes dengan kadar gula tidak terkontrol.

Lasik konvensional memakai alat mikrokeratom, semacam pisau elektrik, untuk membuka lapisan permukaan kornea mata, kemudian sebagian lapisan kornea dihilangkan dengan laser. Lapisan permukaan kornea yang dibuka (flap) akan dikembalikan ke posisi semula.

Terapi ini dapat dilakukan pada kedua mata bersamaan. Setelah lasik, pasien kemungkinan merasa lelah, mata merah, tidak nyaman, mata seperti berpasir dan sensitif terhadap cahaya, penglihatan terasa berkabut. Gejala-gejala ini terasa selama 1-6 jam pascatindakan.

Sejauh ini tingkat keberhasilan operasi lasik konvensional mencapai 90 persen. ”Tidak semua penderita gangguan refraksi mata perlu prosedur lasik. Ini pilihan bagi pasien,” kata dokter spesialis mata dari Klinik Mata Nusantara, Hadi Prakoso, dalam Bali Ophthalmology Retreat, pekan lalu, di Jimbaran, Badung, Bali. Juga, tidak semua operasi lasik memberi hasil memuaskan. Kadang-kadang terjadi tajam penglihatan pascatindakan yang kurang atau berlebihan (under atau over correction). Ini bisa diperbaiki dengan laser tambahan setelah kondisi mata stabil atau dalam tiga bulan setelahnya.

Pasien juga bisa silau saat melihat pada malam hari. Efek samping lain adalah gejala mata kering yang akan hilang dengan sendirinya. Flap kornea bisa bergeser jika terjadi trauma pada mata, misalnya menggosok bola mata terlalu kuat. Flap akan melekat cukup kuat setelah seminggu.

Sejauh ini, menurut ahli bedah refraktif, dr Brian Boxer Wachler, dalam situs www.allaboutvision.com, komplikasi dalam prosedur lasik konvensional biasanya terkait pembuatan flap yang salah. Pembukaan lapisan permukaan kornea mata kemungkinan terlalu tipis.

Sejumlah studi yang dipublikasikan American Journal of Ophthalmology menyebutkan, komplikasi pembuatan flap berkisar 3-5,7 persen dari total jumlah pasien lasik. Komplikasi terkait pada pembuatan flap antara lain bentuk flap tidak normal, infeksi mata—akibat ahli bedah kurang berpengalaman.

Intralase lasik

Ahli mata dari FreeVis LasikCenter Fakultas Kedokteran Mannheim Universitas Heidelberg, Jerman, Michael Knorz, menyatakan, lasik telah diakui Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat lebih dari sepuluh tahun silam. Namun, baru September 2007 Badan Nasional Ruang Angkasa dan Aeronautika AS (NASA) menyetujui penggunaan prosedur intralase (laser) lasik atau dikenal dengan istilah iLasik.

Terapi intralase lasik merupakan teknologi baru yang kini dikembangkan di sejumlah negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam iLasik, pembuatan flap tidak memakai pisau elektrik, namun dengan femtosecond laser 60 kilohertz. Jadi, mata pasien tak tersentuh pisau bedah.

Prosedur iLasik menggunakan peranti lunak komputer untuk memandu laser intralase dalam membuka lapisan permukaan kornea mata. Dengan laser khusus, flap kornea dibuat dengan presisi dan tingkat keakuratan sangat tinggi, tajam penglihatan lebih baik daripada saat pasien memakai kacamata. Terapi ini juga lebih aman, dengan lasik tanpa pisau berarti menghilangkan sumber utama penyebab komplikasi pembuatan flap.

Keunggulan lain operasi lasik tanpa pisau bedah adalah mengurangi gejala mata kering, flap lebih tipis, kemungkinan under atau over correction lebih jarang terjadi. Menurut ahli bedah refraktif iLasik Vance Thompson dalam situs www.allaboutvision.com, iLasik memberi peluang bagi seseorang yang tak dapat menjalani lasik konvensional, di antaranya karena lapisan kornea terlalu tipis, untuk melihat dunia tanpa alat bantu.
(Kompas, Rabu, 30 Mei 2008, Evy Rachmawati)